Dalam pernyataannya kepada media, WN menjelaskan bahwa dirinya mulai bekerja sejak 28 Agustus 2023 dan hanya menerima upah mingguan sebesar Rp960.000, namun tidak pernah diberikan akses kepada ATM atau buku tabungan yang menjadi haknya. "Selama setahun bekerja, saya hanya menerima upah mingguan Rp960.000, tapi saya tidak pernah menerima ATM atau buku tabungan saya. Seharusnya itu menjadi hak saya, tapi kami tidak diberi akses sama sekali. Selain itu, kami juga tidak diberikan BPJS atau jaminan kesehatan apa pun," ungkapnya Pada Kamis (07/11/2024)
Pada 6 September 2024, WN diberhentikan secara sepihak dengan alasan pengurangan karyawan, tanpa kejelasan lebih lanjut atau kompensasi. Menurutnya, perlakuan tersebut sangat tidak adil karena selama bekerja, ia dan rekan-rekannya hanya diminta untuk bekerja tanpa diberikan kepastian terkait status kepegawaian mereka. "Kami tidak diberi kesempatan untuk mengelola hasil kerja kami karena ATM dan buku tabungan ditahan oleh oknum berinisial R, yang memanfaatkan situasi ini," tambah WN.
A.S. Bahri, selaku penerima kuasa yang di mintai bantuan oleh WN menyatakan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran serius dan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi serta penggelapan dalam jabatan. Bahri menilai, penahanan ATM dan buku tabungan serta tidak adanya kejelasan status ketenagakerjaan bagi para pekerja ini melanggar Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyebutkan bahwa penggelapan dalam jabatan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
"Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun."
Selain itu, Bahri menambahkan bahwa kasus ini juga melanggar ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan setiap perusahaan atau instansi untuk memberikan status kepegawaian yang jelas serta jaminan sosial kepada para pekerjanya. Dengan demikian, pelanggaran ini tidak hanya merugikan para pekerja secara individu, tetapi juga mencoreng integritas dan nama baik lembaga pemerintah serta berpotensi merugikan negara.
Bahri menyatakan bahwa ia dan timnya akan bersurat kepada Kepala Dinas Perkim Kota Tangerang untuk meminta klarifikasi terkait penahanan ATM dan buku tabungan para pekerja serta tindakan yang dilakukan oknum berinisial R. Apabila tidak ada tanggapan yang memuaskan, mereka berencana melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Kota Tangerang agar dilakukan penyelidikan menyeluruh.
"Saya berharap pihak terkait dapat segera mengambil tindakan tegas. Hak-hak para pekerja harus dikembalikan, dan pihak yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum," tegas Bahri.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang serta menciptakan lingkungan kerja yang menghargai hak dan kesejahteraan pekerja, khususnya dalam institusi pemerintah yang seharusnya menjaga kepercayaan publik.
Selain itu, Bahri menambahkan bahwa kasus ini juga melanggar ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan setiap perusahaan atau instansi untuk memberikan status kepegawaian yang jelas serta jaminan sosial kepada para pekerjanya. Dengan demikian, pelanggaran ini tidak hanya merugikan para pekerja secara individu, tetapi juga mencoreng integritas dan nama baik lembaga pemerintah serta berpotensi merugikan negara.
Bahri menyatakan bahwa ia dan timnya akan bersurat kepada Kepala Dinas Perkim Kota Tangerang untuk meminta klarifikasi terkait penahanan ATM dan buku tabungan para pekerja serta tindakan yang dilakukan oknum berinisial R. Apabila tidak ada tanggapan yang memuaskan, mereka berencana melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Kota Tangerang agar dilakukan penyelidikan menyeluruh.
"Saya berharap pihak terkait dapat segera mengambil tindakan tegas. Hak-hak para pekerja harus dikembalikan, dan pihak yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum," tegas Bahri.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang serta menciptakan lingkungan kerja yang menghargai hak dan kesejahteraan pekerja, khususnya dalam institusi pemerintah yang seharusnya menjaga kepercayaan publik.
(Red/M.I)
Posting Komentar